Mengapa Masalah Ekonomi Bukan Soal Kelangkaan, Tapi Keserakahan?
Mengapa Masalah Ekonomi Bukan Soal Kelangkaan, Tapi Keserakahan?
Kita sering mendengar bahwa masalah utama ekonomi adalah kelangkaan (scarcity). Konsep ini menyebutkan bahwa keinginan manusia tidak terbatas, sementara sumber daya untuk memenuhinya sangat terbatas. Dari situlah muncul persaingan, pilihan, dan efisiensi3. Namun, bagaimana jika asumsi ini keliru?Sebuah kajian dari Dr. Salahuddin El Ayyubi, Lc. MA dari Sekolah Bisnis IPB University, menggugat asumsi dasar ini. Menurut pandangan Islam, masalah fundamental ekonomi sebenarnya bukanlah kelangkaan sumber daya yang diciptakan oleh Allah, melainkan sifat keserakahan (asy-syuhh) manusia dan ketidakadilan dalam distribusi.
Allah Maha Pemberi Rezeki
Al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa Allah adalah Ar-Razzaq, Yang Maha Pemberi Rezeki. “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya…” (QS. Hud: 6). Ini menunjukkan bahwa rezeki dijamin dan disediakan oleh-Nya. Allah juga menciptakan segala sesuatu dengan ukuran yang rapi dan terukur (QS. Al-Furqan: 2). Jika rezeki sudah dijamin, mengapa masih banyak orang kekurangan? Jawabannya ada pada penyakit hati yang disebut asy-syuhh, yaitu kekikiran yang disertai ketamakan yang tak pernah merasa puas.
Ketika Keserakahan Menjadi Akar Masalah
Keserakahan inilah yang menjadi sumber masalah. Hadis Rasulullah SAW menyebutkan, “Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya…” (HR. Bukhari & Muslim). Ini bukan sekadar perkataan, melainkan terbukti secara empiris. Di Indonesia, 1% orang terkaya menguasai 46,6% kekayaan, sebuah manifestasi nyata dari ketidakadilan distribusi akibat keserakahan. Dalam perspektif fikih, keserakahan memicu berbagai kerusakan sosial, seperti monopoli, penimbunan, dan eksploitasi13. Oleh karena itu, negara memiliki peran penting untuk mengintervensi dan menghilangkan kerusakan (dharar) ini14. Kebijakan ekonomi seharusnya bertujuan untuk memastikan kekayaan beredar ke seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya berpusat pada sekelompok orang kaya.
Solusi Holistik dari Islam
Islam menawarkan solusi yang komprehensif, tidak hanya memperbaiki sistem, tetapi juga individu. Solusi Spiritual (Tazkiyatun Nafs):
- Ini adalah perbaikan dari dalam diri. Fokusnya adalah menumbuhkan sifat qana’ah (merasa cukup) dan syukur. Kebahagiaan sejati bukanlah soal materi, melainkan kebahagiaan di akhirat.
- Solusi Sistemik (Tanzhimul Hayah): Ini adalah perbaikan sistemik melalui instrumen dan larangan.
Zakat: Instrumen distribusi wajib yang berfungsi mengambil sebagian harta untuk disalurkan kepada yang berhak (QS. At-Taubah: 103).
Filantropi: Mendorong sedekah, infak, dan wakaf untuk membantu sesama.
Larangan: Mengharamkan praktik-praktik yang merusak seperti riba, ihtikar (penimbunan), maysir (judi), dan gharar (ketidakjelasan).
Solusi ini mencontohkan Sirah Nabawiyah, di mana Rasulullah SAW membangun sistem ekonomi yang adil di Madinah, seperti persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar serta pendirian pasar yang bebas dari riba dan penimbunan.
Kesimpulan
Pada akhirnya, perspektif Islam mengajak kita untuk mengubah diagnosis masalah ekonomi dari kelangkaan sumber daya menjadi keserakahan manusia dan ketidakadilan sistemik23. Tujuannya bukan sekadar pertumbuhan ekonomi, melainkan mencapai keberkahan (barakah) dan keadilan (‘adl) untuk meraih kesejahteraan di dunia dan akhirat.
Dengan memahami bahwa akar masalahnya adalah keserakahan, kita bisa mulai memperbaiki diri dan mendukung sistem yang lebih adil.
Ekonomi Islam, Keserakahan, Kelangkaan, Zakat, Solusi Ekonomi, Fikih Ekonomi, Masalah Ekonomi, Asy-Syuhh, Ar-Razzaq, Maqashid Syariah
#EkonomiIslam #Keserakahan #MasalahEkonomi #EkonomiSyariah #Zakat #Fikih #Kelangkaan #KajianIslam #IPBUniversity
Baca artikel lengkapnya sekarang dan temukan solusi holistik dari Islam untuk masalah ekonomi global!
Sumber: Kajian Ustaz Dr. Salahuddin El Ayyubi


