Blog

Ketika Jubah Putih Kembali ke Rumah: Merawat Kemabruran Haji

What-Is-Ihram

Ketika Jubah Putih Kembali ke Rumah: Merawat Kemabruran Haji

Oleh: Dr. Salahuddin El Ayyubi, Lc. MA

Hadirin sekalian yang dirahmati Allah SWT,
Hari-hari ini kita akan menyambut saudara-saudari kita, para tamu Allah, yang pulang setelah menunaikan ibadah haji. Mereka telah mendapatkan kesempatan melihat ka’bah, berdesakan dalam tawaf yang tak bertepi, minum air zam-zam yang segar sekaligus penuh keberkahan, dan tenggelam dalam heningnya doa-doa mereka di padang Arafah. Itulah momen puncak kerinduan, puncak spiritual bahkan menjadi titik balik dalam kehidupan mereka. Mulai hari ini mereka sudah bisa dipanggil “Haji” dan “Hajjah” dengan membawa bekal rohani yang melimpah.

Namun, ketika kain putih ihram telah ditanggalkan, ketika koper-koper telah dibongkar, dan telah kembali ke rumah, apakah haji kita juga ikut pulang ke rumah, ataukah ia telah tertinggal di tanah suci?

Haji Mabrur: Sebuah Transformasi Diri

Jamaah sekalian, Sesungguhnya perjalanan Haji bukanlah sekedar perjalanan fisik menuju Makkah dan Madinah, tetapi ini adalah perjalanan jiwa yang diharapkan mendapatkan mabrur, Rasulullah ﷺ bersabda: “Haji yang mabrur tiada balasan baginya kecuali surga”.  Pertanyaannya, haji mabrur itu apa? bagaimana kita tahu haji kita mabrur?

Apakah kedekatan kita dengan Allah semakin bertambah? Apakah kita merasa rindu ketika mendengarkan suara azan dan ingin rindu untuk segera ke masjid? Apakah salat kita hari ini lebih khusyuk? Apakah hari ini kita menjadi lebih senang untuk membaca Al-Qur’an? Apakah hari ini tangan kita menjadi lebih ringan untuk berbagi sedekah?

Apakah akhlak mulia semakin terpancar dari diri kita? Sepulang dari haji apakah menjadi pribadi yang lebih sabar, lebih rendah hati, tutur kata lebih lembut, dan jauh dari gibah atau kata-kata kotor? Senyum kita lebih tulus, amarah kita lebih terkendali.

Apakah persaudaraan Islam semakin kokoh dalam hati kita?  Pengalaman bertemu dengan banyak muslim dan muslimah dari berbagai negara dengan berbagai macam perbedaan tata cara berpakaian, komunikasi, termasuk dalam konteks memahami Islam itu sendiri. Seharusnya pengalaman mahal itu menjadi modal kuat untuk mengikis sekat-sekat perbedaan, menumbuhkan empati, dan memperkuat ukhuwah Islamiyah.
inilah buah dari haji yang mabrur, yaitu perubahan yang tidak hanya dirasakan oleh diri pribadi, tapi juga memancarkan kebaikan bagi keluarga dan lingkungan sekitar.

Ujian dan Tantangan Merawat “Bekal Haji”

Jamaah yang berbahagia, Namun, segala sesuatu tidak mungkin tanpa tantangan dan ujian. Kembalinya para jamaah ke tanah air datang pula ujian dan tantangan baru. Suasana spiritual yang begitu tinggi di Tanah Suci akan mulai diganti dengan keriuhan dan hiruk-pikuk duniawi. Lingkungan kita sebelum nya dengan segala rutinitasnya ditambah godaan yang kadang tak disadari, sedikit demi sedikit mulai mengikis kemabruran haji yang telah diraih.

Gerombolan setan mulai datang dengan bisikan-bisikan yang melunturkan kesucian hati diikuti dengan ekspektasi (kadang berlebihan) dari masyarakat terhadap “sang Haji” yang menuntut kesempurnaan. Bahkan, tak sedikit para haji dan hajjah mulai merasakan kehampaan atau kerinduan mendalam akan suasana spiritual yang dirasakannya dulu.

Merawat Cahaya Mabrur: Panduan Praktis

Jama’ah sekalian, oleh karena itu, Cahaya Kemabruran Haji ini perlu dirawat agar tetap bersinar dalam kehidupan kita, melalui:

1. Istikamah dalam Ibadah:  Berusahalah dengan sungguh-sungguh untuk menjadikan kebiasaan baik di Makkah dan Madinah sebagai rutinitas harian. Pertahankan salat berjamaah, biasakan membaca Al-Qur’an, dan perbanyak zikir serta istigfar. Jadikanlah rumah kita menjadi “Makkah kecil” dengan salat sunah dan tilawah di dalamnya.

2. Menjaga Lisan dan Perbuatan: Haji adalah madrasah kesabaran dan pengendalian diri. Teruslah berusaha untuk menjaga lisan dari gibah dan perkataan sia-sia, serta tangan dari perbuatan yang tidak bermanfaat.

3. Tingkatkan Kepedulian Sosial
: Haji mengajarkan kita kepedulian. Setelah pulang dari ibadah haji, empati kita terhadap sesama meningkat dengan tajam, rajin bersedekah dan ringan tangan membantu mereka yang membutuhkan.

4. Mencari Lingkungan yang Mendukung: Lingkungan sangat berpengaruh. Bergabunglah dengan majelis ilmu, aktif di kegiatan masjid, atau cari teman-teman yang senantiasa mengingatkan dalam kebaikan.

5. Terus Belajar dan Evaluasi Diri
: Ilmu agama adalah bekal tak terbatas. Jangan pernah berhenti belajar. Lakukan introspeksi berkala, apakah ada kemunduran dalam ibadah atau akhlak kita.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Saudara-saudaraku para haji dan hajjah yang berbahagia, ingatlah Ka’bah itu di hati, bukan hanya di Makkah. Kemana saja kaki kita melangkah maka pandangan kita selalu melihat ka’bah di depan mata dan dan di dalam hati. Nilai-nilai haji harus tetap hidup dalam setiap tarikan napas kita. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita semua kekuatan dan keistiqamahan untuk menjaga kemabruran haji dan memudahkan jalan bagi kita semua yang masih mendambakan panggilan ke Baitullah. Amin ya Rabbal Alamin.[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]